Rabu, 29 Agustus 2012

Sendiri Tak Selamanya Ganjil


Berdua kita saling melengkapi dan sendiri kita bukan siapa-siapa. Aku masih ingat dengan jelas kata-kata itu. Seperti baru terucap kemarin di telingaku, dan terngiang jelas di dalamnya. Andai saja kau tahu, kata-kata itu tak hanya sekedar janji bagiku. Seperti mantra, ucapanmu itu yang menguatkanku.

Aku duduk bersandar di beranda. Tanganku memeluk erat buku gambarku. Seolah tak mau lepas dan kehilangan. Cukuplah dirimu yang menghilang, tapi tidak dengan kenangan-kenangan di antara kita. Aku tak rela.

Kehilangan satu lebih baik daripada kehilangan semuanya. Setiap orang berkata seperti itu kepada diriku. Mungkin memang benar menurut mereka. Setidaknya menurut mereka, lebih baik masih ada yg tersisa daripada hilang sama sekali.

Aku mendesah pelan. Kehilangan selalu tidak menyenangkan. Sedikit ataupun banyak, tetap saja akan meninggalkan sebuah celah di ingatan. Ada sesuatu yang tak lagi sama. Bersamamu aku kuat, walau tanpamu aku masih dapat bernafas dan beraktifitas. Namun ada yang tak lagi sama. Tanpamu seperti ada yang berbeda denganku. Gerak jemariku tak lagi liat menggoreskan kuas. Garis-garis yang kubentuk terlihat enggan untuk menyatu dengan apa yang kuinginkan.

“Ya, hallo,” ucapku mejawab panggilan telepon. “Ya, sebentar lagi aku akan bersiap,” ucapku menutup pembicaraan. Segera aku berajak dari beranda dan bersiap diri. Merapikan diri agar terlihat semenarik mungkin.

Sudah lama aku tidak berias diri sesungguh ini. Hanya dulu saat bersamamu, dan kini pun juga. Dihadapanmu, aku ingin terlihat dalam penampilan terbaikku.

“Raya... sudah siap?” ucap Nura yang sudah berada di balik pintu. Tetangga kostanku ini ternyata sudah siap pergi.

“Yap, sudah,” kataku setelah selesai memakai lipgloss di bibirku. “Kita berangkat sekarang?” tanyaku.

Nura memandangi penampilanku dari atas ke bawah. Lalu senyum merekah di bibirnya. “Bagus,” ucapnya memberikan penilaian.

Sesaat sebelum pergi, kuambil buku gambarku. Kudekap erat benda itu dan ikut membawanya ke acara yang akan kudatangi dengan Nura, sahabatku sejak kuliah hingga kini kita sudah bekerja.

Suasana pernikahan selalu meriah. Aura kebahagiaan menguar dan memenuhi udara di dalam ruangan ini. Di depa pelaminan berdiri sepasang mempelai yang tentunya sangat bahagia. Melihat mereka, aku ikut merasakan bahagia yang sama-entah bahagia sebenarnya atau hanya bahagia bawaan saja.

“Kita ke sana sekarang, Ya?” Nura bertanya kepadaku yang sedang asik melihat ke arah pelaminan.

“Ya,” jawabku tegas. Kugenggam erat buku gambar ditanganku. Ada getar tersembunyi yang merambat di sana. Sebentar lagi, ucapku membatin.

“Rega selamat ya, semoga kalian bahagia.” Aku mengucapkan doa kepada sahabatku Rega dan istrinya, Windri. Raut wajah mereka terlihat bahagia. Sepertinya Windri memang perempuan yang cocok untuk Rega. Kuurungkan niatku untuk memberikan buku gambarku kepada Rega.

“Hey, kamu bawa apa?” tanya Rega saat melihat tanganku yang seperti mengrnbunyikan sesuatu.

Kuperlihatkan buku gambar itu kepadanya. “Buku gambar kesayanganku,” ucapku seraya tersenyum.

“Kamu masih tetap menggambar dan melukis?” tanya Rega yang hanya kujawab dengan anggukan kecil. “Itu masih buku sama dengan yang dulu kamu bawa kemanapun?”

Sekali lagi, hanya anggukan kecil yang kuberikan.

“Buku yang sejak dulu tak pernah mau kamu perlihatkan padaku?”

Ya, kamu benar, aku membatin. “Ya, dan tetap tak akan kuperlihatkan padamu,” ucapku dengan sedikit candaan.

Rega hanya tersenyum mendengarnya. Lalu aku dan Nura melanjutkan langkah sebab sudah ada famu lain yang ingin bersalaman dengan kedua mempelai.

“Kamu baik-baik saja, Raya?” tanya Nura sedikit khawatir saat melihat aku termenung sendiri.

“Ya, aku baik-baik saja. Berdua tidak selamanya genap, dan sendiri tidak selamanya ganjil,” ucapku pada Nura yang kebingungan. Aku mendekap erat buku gambarku. Buku di mana penuh dengan sketsa wajah Rega. Sebab kenangan hanya indah untuk dikenang, bukan untuk diulangi. Aku teringat perkataan salah satu teman kerjaku. Dan aku harus mengamini kata-kata itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar